1.000 Satelit Baru Bakal Orbit di Asia Tenggara hingga 2026

nita nita

23/07/2025

5
Min Read
1.000 Satelit Baru Bakal Orbit di Asia Tenggara hingga 2026
1.000 Satelit Baru Bakal Orbit di Asia Tenggara hingga 2026

Ekspansi luar angkasa di kawasan Asia Tenggara tengah memasuki babak baru yang menjanjikan. Menjelang akhir tahun 2026, diperkirakan lebih dari 1.000 satelit baru akan diluncurkan dan mengorbit di wilayah Asia Tenggara dan sekitarnya. Proyeksi ini bukanlah sekadar angka spekulatif, melainkan merupakan hasil dari gabungan inisiatif pemerintah, perusahaan swasta, serta kemitraan internasional dalam pengembangan teknologi luar angkasa dan komunikasi satelit.

Jumlah ini mencerminkan pertumbuhan pesat kebutuhan konektivitas digital, pengawasan wilayah, serta sistem komunikasi mandiri di kawasan yang selama ini masih menghadapi ketimpangan akses digital. Dari layanan internet berbasis satelit hingga pemantauan lingkungan dan mitigasi bencana, kehadiran satelit memainkan peran krusial di era ekonomi digital.

Akselerasi Proyek Satelit Baru dari Negara-Negara ASEAN

Akselerasi program peluncuran satelit ini ditopang oleh beberapa proyek besar di tingkat regional. Salah satunya datang dari Malaysia melalui proyek A-SEANLINK, sebuah program satelit regional yang diinisiasi oleh perusahaan teknologi luar angkasa Angkasa-X. Perusahaan ini berambisi meluncurkan sekitar 500 satelit baru untuk mendukung konektivitas internet di seluruh Asia Tenggara, termasuk daerah pedesaan dan terpencil yang selama ini sulit dijangkau oleh jaringan fiber optik.

Selain Malaysia, Indonesia juga tengah mempercepat pembangunan sistem satelit nasional. Pemerintah bersama Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (BRIN), serta mitra swasta seperti PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN), telah merencanakan peluncuran sejumlah satelit komunikasi dan pengamatan bumi dalam kurun waktu dua tahun ke depan. Di antaranya adalah satelit SATRIA-1 yang telah mengorbit pada 2023 dan disusul dengan pengembangan SATRIA-2, serta berbagai satelit mini untuk pemantauan wilayah laut dan mitigasi bencana.

Thailand, Filipina, dan Vietnam juga tidak ketinggalan. Ketiga negara ini secara aktif mengembangkan program antariksa nasional masing-masing, termasuk peluncuran satelit-satelit kecil untuk keperluan observasi bumi, pendidikan, dan pertahanan. Meskipun jumlahnya belum signifikan, namun kecenderungan ini menunjukkan bahwa negara-negara ASEAN semakin serius membangun kemandirian teknologi luar angkasa.

Peran Perusahaan Asing dalam Konstelasi Satelit Asia Tenggara

Konstelasi satelit baru dari luar kawasan juga turut menyumbang angka peluncuran di Asia Tenggara. Perusahaan Planet Labs dari Amerika Serikat, misalnya, menandatangani kontrak senilai lebih dari 230 juta dolar AS untuk menyediakan satelit observasi bumi bagi pelanggan komersial di kawasan Asia-Pasifik. Satelit-satelit ini ditargetkan dapat memberikan citra resolusi tinggi untuk keperluan pertanian presisi, perencanaan wilayah, hingga pemantauan sumber daya alam.

Di sisi lain, China sebagai pemain besar dalam teknologi luar angkasa juga tengah mengembangkan dua megakonstelasi satelit baru, yakni Guowang dan Qianfan. Kedua proyek ini menargetkan peluncuran puluhan ribu satelit dalam satu dekade ke depan, dengan sebagian besar jangkauan layanannya mencakup Asia Tenggara dan wilayah-wilayah berkembang di Asia Selatan dan Afrika. Bahkan hingga pertengahan 2025, lebih dari 100 satelit telah diluncurkan sebagai bagian dari fase awal konstelasi tersebut.

Manfaat Strategis bagi Ekonomi Digital dan Mitigasi Bencana

Dari sisi manfaat, kehadiran 1.000 satelit baru tentu akan membuka banyak peluang. Pertama adalah peningkatan akses internet broadband melalui jaringan satelit. Ini menjadi solusi potensial untuk menjangkau area terpencil, pegunungan, pulau-pulau kecil, dan kawasan pedalaman yang sulit dilalui oleh infrastruktur darat. Dengan adanya internet berbasis satelit, inklusi digital di Asia Tenggara bisa meningkat secara signifikan.

Kedua, pemanfaatan satelit baru untuk citra bumi akan sangat membantu pemerintah dan lembaga riset dalam pemantauan lingkungan, perubahan iklim, kehutanan, pertanian, hingga aktivitas vulkanik dan cuaca ekstrem. Misalnya, Indonesia yang memiliki garis pantai dan wilayah laut yang luas sangat terbantu dengan citra satelit dalam memantau pergerakan kapal ilegal dan perubahan tutupan lahan.

Ketiga, keberadaan konstelasi satelit baru juga memperkuat pertahanan dan keamanan negara. Dengan memiliki satelit sendiri, negara-negara di Asia Tenggara dapat mengurangi ketergantungan pada data luar negeri serta membangun sistem deteksi dini terhadap ancaman militer maupun bencana alam.

Ancaman Sampah Antariksa dan Kepadatan Orbit

Namun di balik peluang tersebut, terdapat pula tantangan yang harus dihadapi. Salah satu yang paling dikhawatirkan adalah meningkatnya kepadatan orbit di luar angkasa. Peluncuran ribuan satelit baru akan meningkatkan risiko tabrakan antar objek di orbit rendah bumi. Hal ini juga menimbulkan kekhawatiran terkait munculnya debris atau sampah antariksa yang dapat mengganggu operasional satelit baru lainnya.

Tantangan lainnya adalah tingginya biaya peluncuran dan keterbatasan infrastruktur di kawasan. Hingga saat ini, sebagian besar negara Asia Tenggara masih bergantung pada negara lain untuk proses peluncuran, terutama roket dan fasilitas peluncuran. Oleh sebab itu, upaya membangun spaceport atau pelabuhan antariksa lokal menjadi sangat penting ke depan.

Selain itu, masih ada kesenjangan sumber daya manusia dalam bidang teknologi ruang angkasa. Pengembangan satelit membutuhkan insinyur, teknisi, dan ilmuwan berpengalaman. Tanpa peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan di bidang ini, negara-negara di Asia Tenggara akan terus tertinggal dalam memaksimalkan potensi teknologi luar angkasa.

Kolaborasi dan Investasi Jadi Kunci Keberhasilan

Maka dari itu, kerja sama regional menjadi kunci. ASEAN bisa menjadi platform kolaboratif dalam membangun pusat pelatihan ruang angkasa, pertukaran data satelit, serta program riset bersama. Langkah ini juga akan memperkuat posisi Asia Tenggara di mata dunia sebagai kawasan yang tidak hanya menjadi pasar teknologi, tetapi juga produsen dan inovator.

Dari perspektif ekonomi, peluncuran 1.000 satelit ini juga diprediksi akan memberikan efek domino terhadap sektor lain. Industri manufaktur, komunikasi, logistik, pertahanan, pendidikan, bahkan pariwisata akan terdampak secara langsung maupun tidak langsung. Ini membuka peluang investasi baru, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya saing teknologi di tingkat global.

Kesimpulan

Proyeksi peluncuran 1.000 satelit di Asia Tenggara hingga tahun 2026 menjadi indikator penting bahwa kawasan ini sedang mengalami transformasi digital besar-besaran dari luar angkasa. Meski banyak tantangan menanti, kolaborasi lintas negara, inovasi teknologi, serta investasi berkelanjutan akan menjadi kunci untuk memastikan manfaat maksimal dari era konstelasi satelit ini. Asia Tenggara kini tidak hanya menatap langit, tetapi juga mulai mengambil peran strategis di orbit luar angkasa dunia.

Related Post